POJOKNEGERI.COM - Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong positif terjangkit Covid-19 rebound, hal yang sama pernah dialami Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, .
Lee Hsien Loong pertama kali dinyatakan positif Covid-19 pada 22 Mei 2023, dan pada 28 Mei 2023 dinyatakan sudah negatif Covid-19, namun pada 1 Juni 2023 kembali dinyatakan positif Covid-19.
"Dokter saya mengatakan itu adalah Covid rebound, yang terjadi pada 5 hingga 10 persen kasus," tulis Lee Hsien Loong di akun media sosialnya.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Joe Biden juga pernah terjangkit Covid-19 rebound.
Meskipun tes Covid-19 positif, Joe Biden tetap bekerja dari tempat tinggal eksekutifnya.
Ia menjalani aktivitas dengan hati-hati guna melindungi staf, agen rahasia, serta staf Gedung Putih lainnya yang berada di dekatnya.
Joe Biden positif Covid-19 pertama kali pada akhir Juli 2022, dan sempat dinyatakan pulih beberapa hari kemudian.
Lalu, pada 27 Juli 2022 Joe Biden dinyatakan sembuh setelah meminum obat anti-virus Paxlovid selama beberapa hari dan hasil uji medisnya menunjukkan negatif Virus Corona.
Apa itu Covid-19 Rebound?
Covid-19 rebound diartikan sebagai gejala yang berulang atau kembali dinyatakan positif Covid-19 setelah sebelumnya tidak ada virus yang terdeteksi alias negatif.
Rebound Covid-19 umumnya dilaporkan pada hari kedua hingga ke-delapan setelah pasien dinyatakan pulih.
Gejala di masa rebound Covid-19 relatif ringan pada mereka yang sudah menyelesaikan pengobatan paxlovid.
"Berdasarkan informasi dari laporan kasus, rebound Covid-19 tidak mewakili infeksi ulang dengan SARS-CoV-2 atau perkembangan resistensi terhadap paxlovid," tambah panduan itu.
CDC juga melaporkan bahwa selama uji klinis Paxlovid, sebagian kecil kasus rebound ditemukan pada mereka yang diberikan obat dan orang yang menggunakan plasebo, yang berarti rebound tampaknya tidak semata-mata disebabkan oleh antivirus.
"Tidak ada peningkatan kejadian rawat inap atau kematian, dan tidak ada bukti bahwa peningkatan RNA virus yang terdeteksi adalah hasil dari resistensi SARS-CoV-2 terhadap Paxlovid," tambah laporan itu.
Meskipun kasus rebound Covid-19 jarang dilaporkan, beberapa ahli medis memperkirakan jumlah pasien yang mengalaminya lebih banyak daripada yang diperkirakan.
Dilansir Washington Post, Catherine Bennett, seorang profesor epidemiologi di Deakin University di Australia, mengatakan kasus rebound terjadi pada sekitar 10 persen orang yang telah menerima perawatan Paxlovid.
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan bulan lalu di Clinical Infectious Diseases, para peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas California San Diego menemukan kasus rebound pada pengguna Paxlovid tampaknya disebabkan oleh paparan obat yang tidak mencukupi, yang berarti bahwa dosis yang lebih tinggi dibutuhkan, atau durasi pengobatan yang lebih juga dapat diperlukan.
Meski begitu, temuan ini masih menunggu penelitian lebih lanjut.
(redaksi)