POJOKNEGERI.COM - Kisah pemuda Arab Saudi pernah membuat gempar dunia.
Pemuda dari Jubail, Arab Saudi itu pernah embuat gempar dengan menemukan bangunan gereja kuno yang sempat terkubur pada 1986 silam di Umm Al-Quwain, Pulau Siniyah, Uni Emirat Arab (UEA).
Diperkirakan gereja itu berdiri di masa yang sama dengan era Nabi Muhammad .
Pemuda itu menemukan sisa-sisa peradaban gereja itu secara kebetulan, setelah mobil yang dikendarai terjebak di bukit pasir tersebut.
Dalam jurnal "Arabian Archaeology and Epigraphy" yang terbit pada 1994 diceritakan bahwa pemuda itu awalnya memberitahukan kepada pihak berwenang keberadaan benda seperti tembok yang terkubur di pasir.
Setelah penggalian dilakukan, tembok itu ternyata merupakan halaman terbuka berdinding yang memiliki panjang 20 meter, dengan pintu masuk yang mengarah ke tiga ruangan.
Ruang tengah yang berada di ujung timur bangunan, diidentifikasi sebagai tempat suci, tempat altar berdiri.
Ruangan sebelah utara merupakan tempat ditaruhnya roti dan anggur diperkirakan untuk ritual Ekaristi Kristen. Sementara ruang sebelah selatan adalah sakristi, tempat menyimpan bejana suci dan jubah pendeta.
Semua dinding gereja itu dilapisi plester gipsum yang di dalamnya terpampang jelas empat buah salib masing-masing setinggi sekitar 30 sentimeter.
Beberapa kolom batu di gereja itu masih tetap utuh, begitu pula sepasang jalur plester dekoratif yang masih menampilkan pola bunga yang terhubung dengan motif sulur.
Salah Satu Gereja Kristen Tertua di Dunia
Gereja ini ternyata bukan sembarang gereja. Para arkeolog menemukan bahwa gereja ini sudah ada bahkan 300 tahun sebelum Islam berkembang pesat yakni pada abad ke-4 masehi. Itu merupakan salah satu gereja Kristen tertua di dunia.
Gereja ini bahkan sudah ada berdekatan dengan zaman Nabi Muhammad. Selang 36 tahun sejak penemuan pertama, puing-puing lain ditemukan tak jauh dari pantai Umm Al Quwain di UEA.
Melalui penggunaan tembikar dan penanggalan karbon dari sisa-sia kehidupan yang ditemukan sebelumnya, gereja itu diperkirakan berdiri antara tahun 534 dan 656 masehi.
Periode itu adalah masa hidup Nabi Muhammad yang lahir sekitar tahun 570 dan meninggal pada 632 masehi.
Para arkeolog meyakini situs itu ditinggalkan pada abad ke-8 akibat konflik internal Islam, alih-alih karena perselisihan dua agama.
"Akhirnya tembok runtuh dan pasir yang tertiup angin bergerak di atasnya meninggalkan gundukan rendah dengan puing-puing bangunan dan tembikar, kaca, serta koin yang muncul di permukaan," kata profesor arkeologi di Universitas UEA di Al Ain, Tim Power, seperti dikutip Arab News.
Dia mengatakan tak ada bukti perusakan yang disengaja terhadap bangunan itu. Bahkan gelas kaca untuk Ekaristi masih berada di tempat asalnya. Mangkuk untuk mencampur anggur Ekaristi juga berada di tempatnya.
"Rasanya mereka seperti baru saja dibangun dan menghilang," ujarnya.
Power meyakini situs itu ditinggalkan bukan karena konflik akibat perbedaan agama, tetapi karena "invasi Abbasiyah pada 750 M yang sesuai dengan penanggalan keramik dan penanggalan radio-karbon."
Power berujar kekhalifahan Abbasiyah pada 750 masehi itu dikenal sangat kejam, yakni melakukan berbagai invasi dan menghancurkan kota-kota pesisir Emirat.
"Jadi saya pikir orang-orang ini lari ketakutan karena kemungkinan invasi otoritas kekaisaran di Irak yang mencoba mempertahankan kendali atas (klaim) provinsi mereka yang tengah bergolak. Itu adalah konflik antara dua kelompok Muslim yang berbeda," ucap dia.
(redaksi)