POJOKNEGERI.COM - Maraknya produk impor di Indonesia membuat pelaku industri garmen dan tekstil terancam gulung tikar.
Mereka harus menurunkan produksi sebanyak 30% - 50%, imbas permintaan menurun hingga banyak karyawan yang tengah dirumahkan.
Terkait hal itu, Ketua Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia Redma Gita Wirawasta, menjelaskan penurunan permintaan sudah terjadi sebulan terakhir sebelum kenaikan harga BBM.
Hal ini disebabkan keran produk impor yang dibuka oleh Kementerian Perdagangan.
"Keran impor dibuka Kementerian Perdagangan sehingga impor lebih banyak, bahkan pada beberapa perusahaan sudah stop lini produksi sekitar 30%," ujar Redma dikutip dari CNBC Indonesia.
Selain itu, order tekstil dan garmen dari luar negeri juga juga menurun imbas inflasi yang terjadi pada banyak negara.
Sedangkan jika mengharapkan pasar dalam negeri sulit bersaing dengan produk impor yang jauh lebih murah.
"Dari benang, kain, garmen masuknya (impor) masif, terutama kain dan garmen impornya masih banyak," ujar Redma.
Dia menjelaskan banyak izin importir umum yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan dari tahun lalu untuk suplai industri kecil menengah (IKM).
Dimana untuk izin impor produk kain impor yang dikeluarkan sampai Desember 2021 kemarin mencapai 1 miliar meter panjangnya, itu setara dengan 200 - 250 ribu ton.
Redma mengatakan penurunan lini produksi ini dilakukan dari seluruh pelaku industri dari hulu hingga hilir.
Dimana garmen memangkas produksi hingga 50% dan di hulu berkisar 20% - 30%. Membuat banyak karyawan yang dirumahkan.
"Sehingga sebagian banyak perusahaan merumahkan karyawan, kalau PHK belum," ucapnya.
Dengan kondisi kenaikan harga Bahan - Bakar Minyak (BBM) subsidi yang naik membuat ongkos produksi semakin membengkak, setidaknya 20% - 30% dari komponen logistik.
Namun pengusaha tidak bisa menaikkan harga karena tidak bisa bersaing dengan produk impor.
"Kita khawatir dengan barang impor pada pasar banyak masuk, demand (produk dalam negeri) melemah karena market mengecil, tapi supply barang banyak karena impor. Kita terjepit sana sini," pungkasnya. (redaksi)