POJOKNEGERI.COM - Kontrak COVID-19 yang diperkirakan sampai 2024 mendatang, bisa jadi menjadi salah satu alasan penundaan Pemilu mendatang.
Ini berkaitan dengan kesepakatan sejumlah negara dengan perusahaan farmasi global terkait penjualan vaksin. Oleh karena itu jangan heran, varian-varian baru akan terus bermunculan.
Varian baru Omicron bisa jadi menjadi trigger vaksin booster 3, di tengah belum selesainya vaksinasi 1 dan 2 yang ditargetkan sampai Juni 2022.
Kemungkinan akan adalagi vaksin booster 4, sambil kita menunggu kira-kira varian apa yang dijadikan trigger, apakah son of omicron, atau varian siluman lainnya.
Benar saja, ternyata baru saja saya bahas, ternyata sudah ada berita rencana pemerintah untuk vaksin booster ke-4.
Itu asumsi pertama. Nah, kenapa pilkada serentak bisa tetap diselenggarakan pada tahun sebelumnya, sebab belum tegas kontrak penjualan vaksin.
Kali ini sudah tegas. Kita bisa lihat, pasca COVID-19 di Wuhan, China yang pertama kali, sebab China negara besar, sehingga membutuhkan kemasifan yang sangat luar biasa. Artinya, butuh trigger yang besar untuk memulai.
Kini varian-varian baru cukup diletupkan melalui negara-negara kategori miskin atau negara sedang berkembang, kawasan Afrika misalnya.
Kontrak vaksin tersebut pada akhirnya memaksa pengalokasian anggaran negara tumplek ke situ, sehingga sektor ekonomi lain terganggu.
Yang menyebabkan aliran keuntungan cuan hanya berada di sektor proyek kesehatan, yang notabene pemainnya masih sangat terbatas. Lihat saja semenjak perjalanan covid, bak jamur muncul pemain-pemain usaha baru di sektor kesehatan. Belum lagi tekanan kepentingan para pengusaha digital dan virtual yang sangat menanggok untung di era covid ini.
Nah jika alasan yang dikemukakan Gus Muhaimin alias Cak Imin penundaan pemilu karena kondisi keuangan negara terdampak kondisi ekonomi yang tidak pasti, ada benarnya juga. Karena pada saat pelaksanaan pilkada serentak yang lalu, kemungkinan negara masih punya stok simpanan uang. Namun sudah 15 bulan, ternyata siklus jebakan global mengenai covid ini belum berkesudahan. Kondisi ini menyulitkan skema kapitalisasi politik.
=================
Asumsi kedua, penggarapan Ibukota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur (Kaltim). UEA adalah kelompok yang memastikan berinvestasi. Tidak main-main, ini membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Bisa ratusan, bahkan ribuan triliun. Meski belakangan terungkap investasi di IKN ada keterlibatan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair.
Kenapa ada Tony Blair di situ, bahkan disebut-sebut sebagai salah satu penasehat IKN Nusantara. Ya, karena Tony Blair merupakan anggota The 48 Group Club – atau bisa disebut Commite 48, mirip-mirip Commite 300. Commite 48 ini adalah jaringan bisnis dan politik China yang bermarkas di London.
Blair dianggap mampu menjadi mediator kelompok kepentingan global. Semisal UEA dan Israel, atau bahkan China dengan rivalnya Amerika Serikat (AS). Otomatis penanaman investasi sebesar itu butuh jaminan yang kuat, kepastian keamanan, regulasi dan lainnya. Otomatis ini tidak akan terjadi, jika kepemimpinan Jokowi, habis di tahun 2024.
Atas dasar itu, bisa jadi, wacana penundaan pemilu berkaitan dengan kepastian agar tidak menganggu investasi.
Penundaan pemilu secara otomotis akan meyakinkan investor untuk menanamkan uangnya di IKN Nusantara, jika berhasil wacana ini, wusssss…….IKN Nusantara bakal cepat rampung. Akan banyak uang masuk ke negara, paling tidak membayar apa yang sudah diderita negara akibat desain global covid. Dalam konteks ini, sepertinya, Presiden Jokowi tidak ingin meninggalkan masalah jelang akhir kepemimpinannya.
Bisa jadi ini ada benarnya juga, ditambah lagi, kita dikagetkan dengan seteru Rusia dan Ukraina, yang mana Amerika diduga bakal ikut campur. Perang di Ukraina akan berdampak pada harga minyak mentah dunia yang memengaruhi harga minyak domestik.
=============
Diskursus isu JHT dan kewajiban kepesertaan BPJS yang menjadi syarat kepengurusan administrasi menjadi salah satu sinyalemen, jangan-jangan memang benar negara sudah tidak punya duit.
Karena urusannya sampai mengelola dana publik di luar pajak yang biasa dikelola. Bagi masyarakat yang BPJS-nya kedaluwarsa, kabarnya juga kudu membayar dendanya.
Belum lagi ribetnya Menteri Keuangan Sri Mulyani menagih utang pajak dan utang lainnya kepada sejumlah konglomerat nasional yang sampai sekarang sepertinya buntu. Karena beberapa pengusaha enggan membayar, bahkan melakukan perlawanan.
Lantas bagaimana dengan isu pengaturan toa masjid dan pengharaman wayang, itu anggap saja side issues. Diperkuat lagi dengan side issues Khalid Basalamah yang kembali mengharamkan pajak.
====================
Yang belum terjawab dari isu yang digulirkan Gus Muhaimin ini adalah? Apakah ketika penundaan pemilu terjadi, lantas bagaimana dengan penambahan waktu para anggota parlemen dan pelaksanaan pilkada serentak? Karena ini berkaitan dengan masa penambahan waktu kepemimpinan para kepala daerah. Jika jawabannya ikut serta penambahan waktu, maka akan banyak peraturan perundang-undangan yang diubah.
Ya, meski bisa saja sih, karena ini semuanya akan dibahas di DPR. Ketika para wakil rakyat setuju, tok….maka sebagai langkah “tanggap darurat,” pemerintah bisa menerbitkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang). Perubahan peraturan perundang-undangan ini akan dikebut.
Saya sih agak yakin, para kepala daerah pastinya setuju-setuju saja masa kepemimpinannya diperpanjang. Kita tunggu saja, apakah asosiasi-asosiasi kepala daerah – baik itu gubernur, walikota dan bupati akan diajak rembuk soal ini.
Bagaimana jika wacana pengunduran ini gagal? Pastinya yang akan mendadak sibuk adalah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) karena menyiapkan banyak penjabat (Pj) kepala-kepala daerah yang masa kepemimpinannya habis.
Di lain sisi, kita akan kembali dipertontonkan rencana uji materil UU Pemilu pasal 222 mengenai ambang batas pengajuan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) 20 persen oleh koalisi partai kecil.
Meskipun tak berselang lama dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak presidential threshold nol persen, hakim MK dissenting opinion, hanya dua hakim MK yang mengabulkan permohonan presidential threshold nol persen. Masih kalah jumlah suara dengan hakim yang menolak.
==================
Intinya, perdebatan ini akan terus mencuat, lantaran wacana ini ada yang menguntungkan maupun ada yang dirugikan sejumlah pihak kelompok kepentingan.
Kesemuanya ini mungkin berkaitan, meski sebenarnya ujungnya bisa jadi hanya soal kapitalisasi politik. Eskalasi politik sepertinya sudah mulai memanas. Tinggal kita memetakan saja, apakah isu penundaan pemilu lebih banyak kelompok kepentingan yang diuntungkan atau kelompok kepentingan yang dirugikan.
Wacana pengunduran pemilu 1-2 tahun ini bisa jadi ini titik kompromi. Sebab, isu Jokowi tiga periode sebelumnya sempat menghangat. Jokowi menolak tiga periode tentu iya, tapi kan penambahan waktu 1-2 tahun tidak lantas disebut satu periode. Karena jika satu periode lagi, berarti lima tahun.
Ya sudah, kita lihat saja perkembangannya drama kolosal ini sampai dimana kelanjutan ceritanya.
Saya cuma mengaitkan-kaitnya menjadi asumsi, namanya asumsi ya bisa benar, bisa salah. Tapi intinya, wacana penundaan pemilu ini tidak bisa lagi dilihat sebatas kacamata domestik, karena berkaitan dengan kepentingan global.
======
(Dari sebuah kedai roti di bilangan Sudirman, Jakarta)
Ditulis oleh Sonny Majid, Pembelajar dari Lingkar Kaji Isu-Isu Strategis
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)