POJOKNEGERI.COM -- Muhammad Riefqy Firdaus (22), lahir di Samarinda pada 14 Januari 2002, membagikan kisah menariknya dalam dunia seni budaya yang diwarnai oleh keberanian dan dedikasi. Ia menceritakan perjalanan inspiratifnya, yang dimulai dari ketertarikan pada budaya sejak SMP.
Laki-laki kelahiran Samarinda ini menceritakan bahwa ketertarikannya pada seni budaya sudah muncul sejak berada di SMP. Awalnya bermaksud untuk mengejar dunia musik, namun karena slot musik sudah penuh, ia memutuskan untuk bergabung dengan Pramuka. Keputusan ini membawanya ke dunia tari, karena di Pramuka ia bertemu dengan seorang anak tari yang menjadi mentornya.
"Alhamdulillah, dalam dunia tari tidak hanya terbatas di provinsi Kalimantan Timur. Melalui sanggar seni budaya Telabang, dan kami telah berhasil tampil di berbagai acara nasional, termasuk Museum Nasional dan Banyuwangi,"kata Riefqy saat ditemui pada Jum'at (26/1/2024).
Ia bersama dengan rekan-rekannya dari sanggar seni budaya Telabang sering melakukan latihan di Taman Budaya. Berbagai tarian seperti Jepen Payung Asmara, Menange dalam Apui, Oyan Oma, dan masih banyak lagi, sering menjadi daya tarik dalam penampilannya.
"Tidak hanya terbatas di satu kota atau provinsi, melainkan telah membawa tampil di berbagai daerah seperti Tenggarong, Berau, Banjarmasin, Banyuwangi, Jakarta, Bergabung sejak kelas 1 SMK,"jelasnya.
Kini Muhammad Riefqy Firdaus melanjutkan perjalanan seninya Dari SMPN 22 Samarinda dan saat ini berkuliah di STIMIK Widya Cipta Dharma Samarinda.
Muhammad Riefqy Firdaus mengungkapkan bahwa belajar menari bukan hanya soal kemampuan teknis, tetapi juga niat dan kemauan yang kuat. Meskipun menghadapi tantangan, dia merasa tertantang untuk mengatasi gerakan yang sulit, karena di situlah letak kepuasannya.
"Pembelajaran setiap tarian membutuhkan waktu berbeda-beda, dengan perkiraan waktu penggarapan sekitar 1 bulan. Namun, ketika tarian sudah ada, prosesnya bisa lebih cepat, berkisar 2 hingga 3 minggu. Menariknya, selama proses tersebut, bukan hanya gerakan tarian yang dipelajari, tetapi juga pengolahan rasanya,"ucapnya.
Meskipun sudah lama berkecimpung dalam dunia tari, Muhammad Riefqy Firdaus mengakui bahwa rasa grogi tetap ada. Namun, kuncinya terletak pada bagaimana mengarahkan rasa grogi tersebut ke dalam penampilannya.
Prestasi Muhammad Riefqy Firdaus tidaklah sedikit. Dia meraih juara 1 dalam Festival Kudungga, Festival Mahakam (tari pesisir dan pendalaman), serta Kaltim Festival. Prestasinya bukan hanya sekadar kemenangan, tetapi juga bukti dedikasi dan kualitas dalam dunia seni tari.
Dengan perjalanan seni yang menginspirasi dan prestasi gemilangnya, Muhammad Riefqy Firdaus membuktikan bahwa ketertarikan, niat, dan dedikasi yang kuat dapat membuka pintu kesuksesan di dunia seni budaya.
(Tim redaksi)