POJOKNEGERI.COM - Terdakwa kasus rasuah proyek fiktif pembangunan tangki timbun dan terminal BBM di Samboja, Balikpapan dan Cirebon, sekaligus Direktur Utama di Perusahaan Daerah milik Pemkab Kukar PT Mahakam Gerbang Raja Migas (PT MGRM), Iwan Ratman akhirnya mengakui aliran uang Rp50 miliar ke perusahaan pribadinya PT T&C Internasional dengan dalih meminjam dan pembelian saham.
Hal itu diketahui dalam persidangan yang digelar secara daring di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Tipikor (PN Tipikor) Samarinda pada Rabu (25/8/2021) sore kemarin.
Dalam persidangan yang masih beragendakan pemeriksaan saksi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zaenurofiq dari Kejaksaan Tinggi Kaltim kembali menghadirkan tiga orang saksi.
Ketiga saksi itu seluruhnya masih bagian internal PT MGRM.
Di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Hasanuddin selaku ketua majelis hakim, didampingi Arwin Kusmanta dan Suprapto sebagai hakim anggota, saksi menyampaikan keterangan yang mempertegaskan perilaku menyimpang terdakwa Iwan Ratman.
Iwan Ratman pun tak bisa mengelak.
Setelah saksi bernama Syamsu Marlin yang menjabat sebagai Junior SPV Accounting PT MGRM dan bertugas mencatat seluruh keuangan PT MGRM, dalam persidangan terungkap fakta sejumlah dana yang telah dialirkan terdakwa ke Majelis Hakim.
Seperti diketahui, Iwan Ratman didakwa melakukan tindak pidana korupsi pengerjaan proyek fiktif pembangunan tangki timbun dan terminal BBM.
Tindakannya itu mengakibatkan negara menderita kerugian sebesar Rp50 miliar. Proyek tersebut rencananya dibangun di Samboja, Balikpapan, dan Cirebon. Namun pekerjaan itu tak kunjung terlaksana. Iwan Ratman lantas dituduh menilap uang proyek sebesar Rp50 miliar dengan cara dialirkan ke perusahaan swasta miliknya.
Dikonfirmasi usai persidangan, JPU Zaenurofiq dari Kejati Kaltim menyampaikan, dirinya menghadirkan tiga orang saksi internal dari PT MGRM. Namun karena keterbatasan waktu persidangan hanya sempat meminta keterangan satu orang saksi saja.
"Saksi ini bertugas sebagai pencatat keuangan atau membuat laporan keuangan di PT MGRM. Jadi ada uang masuk dicatat laporan keuangannya, kemudian uang keluar juga dicatat," ungkapnya Rabu (25/8/2021) sore.
Pria yang akrab disapa Rofiq itu mengatakan, saat dipersidangan saksi membenarkan terkait dana PT MGRM yang dialirkan oleh terdakwa ke rekening PT Petro T&C Internasional sebesar Rp50 miliar. Uang sebesar itu dialirkan terdakwa secara bertahap di mulai pada tahun 2019 dan berakhir di tahun 2020.
Aliran dana yang pertama sebesar Rp10 miliar. Terdakwa diketahui membuat seolah-olah dana itu sebagai pinjaman PT MGRM ke PT Petro T&C. Uang itu ditransfer ke rekening perusahaan pribadinya pada Desember 2019. Kemudian aliran dana kedua, yakni sebesar Rp40 miliar. Uang itu dikirim secara bertahap di Tahun 2020.
"Dan semua itu dicatat sama saksi. Kemudian yang berwenang untuk mencairkan anggaran PT MGRM itu ada saksi sebagai manager keuangan, bernama Cahyo Yusuf dialah yang menyetujui atas persetujuan ataupun perintah dari terdakwa Iwan Ratman," bebernya.
Iwan Ratman mengaku, bahwa uang Rp40 miliar itu merupakan pembayaran pembelian saham pembangunan tangki timbun dan terminal BBM di Samboja. Hal itu turut diakuinya didalam persidangan.
"Terdakwa telah mengakui, bahwa itu sebagai pembelian saham. Tadi kami tunjukkan juga bukti-bukti laporan keuangannya," terangnya.
Lebih rinci dijelaskan Rofiq, bahwa anggaran PT MGRM berasal dari deviden atau bagi hasil dari PT Pertamina Hulu Mahakam (PT PHM). Tercatat bahwa PT PHM telah menyetorkan dana sebesar Rp192 miliar.
Singkatnya, dana ratusan miliar ini kemudian diberikan ke pemegang saham dan Pemkab Kukar serta Pemprov Kaltim. Hasil dari pembagian ini PT MGRM mendapatkan Rp70 miliar yang dikirimkan ke rekening PT MGRM.
Selain itu, PT MGRM juga tercatat telah mendapatkan deviden lagi sekitar Rp37 miliar.
"Jadi saksi ini hanya sebatas mencatat laporan keuangan PT MGRM baik masuk dan yang keluar. Kemudian dilaporan keuangan saksi juga melihat ada perpindahan uang ke PT Petro T&C Internasional," ucapnya.
"Saksi juga mengaku melihat berita di media online bahwa terdakwa Iwan Ratman di 2020 masih tercatat sebagai direktur di PT Petro T&C Internasional," imbuhnya.
Pria yang menjabat sebagai Kasi Penuntut Umun Kejati Kaltim ini juga menyampaikan, persidangan seharusnya memeriksa keterangan dari tiga saksi.
"Mereka kita hadirkan lagi di persidangan minggu depan. Yusuf sebagai Manager keuangan dan Kartino sebagai Sekertaris PT MGRM. Kita masih selesaikan pemeriksaan keterangan saksi dari internal PT MGRM, kemudian pihak keluarga Iwan Ratman yang dilibatkan didalam perusahaan PT Petro T&C Internasional dan terakhir dari Pemkab Kukar," pungkasnya.
Seperti diketahui, Iwan Ratman, mantan TOP CEO BUMD itu telah didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, hingga sebesar Rp50 miliar.
Atau setidak-tidaknya dari jumlah uang tersebut, telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp50 miliar.
Dugaan korupsi ini terkait pengalihan dana sejumlah Rp50 Miliar ke PT Petro T&C Internasional, dengan dalih sebagai rangka pelaksanaan perjanjian kerja sama proyek tangki timbun dan terminal BBM di Samboja, Balikpapan, dan Cirebon.
Sedangkan Iwan Ratman, merupakan pemilik sekaligus pemegang saham di PT Petro T&C International. Dari perusahaan inilah, diduga terdakwa Iwan Ratman menilap uang puluhan miliar tersebut.
Kerugian yang diderita negara, sebagaimana tertuang dari hasil Laporan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Timur, dengan Nomor LAPKKN-74/PW.17/5/2021 tertanggal 16 April 2021.
Atas dugaan perbuatannya, Iwan dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1), Junto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Serta subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsI, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
(redaksi)