POJOKNEGERI.COM - International Monetary Fund atau IMF dipastikan akan kesulitan untuk membuat Presiden Joko Widodo berubah pikiran.
Pasalnya, terdapat sejumlah negara tetangga Indonesia yang mendukung kebijakan Presiden Jokowi.
IMF sendiri getol mengkritik Indonesia, bahkan tidak segan meminta Presiden Jokowi menghapus secara bertahap kebijakan larangan ekspor mineral mentah juga hilirisasi pertambangan.
Kendati demikian, di tengah gempuran dari lembaga internasional tersebut, negara tetangga justru memuji program hilirisasi Presiden Jokowi.
Dua negara tetangga RI, yakni Australia dan Papua Nugini.
Keduanya tidak segan memberikan pujian dan menyatakan dukungannya untuk program hilirisasi Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut menyebut, Australia mendukung Indonesia dan melihat bahwa program hilirisasi di dalam negeri merupakan hal yang sangat maju.
Bahkan, Perdana Menteri Australia menyetujui untuk ikut berpartisipasi dalam hilirisasi di Indonesia melalui ikut berinvestasi membangun pabrik komponen baterai kendaraan listrik (EV).
Dengan demikian, nantinya Australia tidak hanya menjual 60 ribu ton lithium ke Indonesia, namun juga memiliki ekuitas dalam pabrik baterai EV di Indonesia.
Dengan tambahan tersebut, maka fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) yang akan terbangun merupakan milik Indonesia-Australia.
Sementara itu, Perdana Menteri Papua Nugini bahkan tak segan untuk langsung bertanya-tanya seputar program hilirisasi saat Presiden Jokowi berkunjung ke Papua Nugini pekan lalu.
Bahkan, Papua Nugini mengajak kerja sama dengan Indonesia untuk memajukan hilirisasi di negaranya.
Selain itu, Luhut juga mengungkapkan adanya potensi kerja sama berupa ekspor listrik dari Indonesia ke Papua Nugini.
Hal tersebut setidaknya bisa mengurangi beban Indonesia yang selama ini kelebihan pasokan listrik.
Sebagaimana diketahui, pada akhir Juni 2023 lalu IMF tiba-tiba mengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia perlu mempertimbangkan penghapusan secara bertahap kebijakan larangan ekspor nikel dan tidak memperluasnya untuk komoditas lain.
IMF juga meminta agar program hilirisasi di Indonesia dikaji ulang, terutama dari sisi analisa biaya dan manfaat.
"Biaya fiskal dalam hal penerimaan (negara) tahunan yang hilang saat ini tampak kecil dan ini harus dipantau sebagai bagian dari penilaian biaya-manfaat ini," tulis IMF, dikutip dari CNBC.
Oleh sebab itu, IMF mengimbau adanya analisa rutin mengenai biaya dan manfaat hilirisasi.
IMF menilai otoritas harus mempertimbangkan kebijakan hilirisasi dalam negeri yang lebih tepat untuk mencapai tujuannya dalam meningkatkan nilai tambah produksi.
(redaksi)