POJOKNEGERI.COM, SAMARINDA – Setelah menjadi buron selama 7 bulan, pria bernama AE (35) selaku Direktur UD KSJ akhirnya dibekuk jajaran Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakum KLHK), pada Jumat (13/9/2024) lalu.
Penangkapan ini dilakukan pihak berwajib, sebab AE terlibat praktik illegal logging yang merusak hutan Kalimantan di Kabupaten Berau.
Untuk diketahui, perusahan UD KSJ yang dipimpin tersangka AE terlibat jaringan pembalakan liar yang bukan hanya mengancam keberlanjutan lingkungan, tetapi juga memicu kekhawatiran akan dampak ekosistem yang lebih luas. Kini, AE ditahan di Rumah Tahanan Polresta Samarinda sambil menunggu proses hukum yang lebih lanjut.
Dari penggerebekan ini, aparat menyita barang bukti yang cukup signifikan, termasuk 138,59 meter kubik kayu bulat dan 2.521 keping kayu olahan, serta peralatan berat seperti mesin bandsaw dan diesel. Investigasi mengungkapkan bahwa lebih dari 55 kontainer kayu ilegal telah dikirim dari Berau menuju Pelabuhan Teluk Lamong di Surabaya, menunjukkan adanya jaringan distribusi yang menghubungkan Kalimantan dengan pulau Jawa.
Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, menekankan bahwa kasus ini mencerminkan upaya serius pemerintah dalam memberantas sindikat perusak lingkungan.
“Kerugian yang diakibatkan bukan hanya dalam bentuk material, tetapi juga kerusakan ekosistem yang berpotensi mengakibatkan bencana,” katanya, Rabu (25/9/2024).
Lebih lanjut, Ridho mengungkapkan bahwa negara kehilangan pendapatan signifikan akibat pembalakan liar, dan masyarakat sekitar pun turut merasakan dampaknya.
Sindikat ini ternyata tidak beroperasi sendirian. Tiga tersangka lain telah ditangkap, termasuk AK (59) yang divonis 1 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp 1 miliar oleh Pengadilan Negeri Berau. IR (34) masih menjalani proses persidangan di Surabaya, sementara MB (49) yang berdomisili di Samarinda juga telah ditangkap.
Ridho menegaskan bahwa penyelidikan akan terus dilakukan, termasuk penelusuran aliran dana terkait transaksi kayu ilegal.
“Kami akan menyelidiki dugaan pencucian uang untuk memberikan efek jera kepada para pelaku,” ujarnya.
Dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda hingga Rp 3,5 miliar, AE dan jaringan sindikatnya kini menghadapi konsekuensi yang serius dari tindakan ilegal yang merugikan banyak pihak.
(*)