POJOKNEGERI.COM - Keterbukaan informasi, salah satu yang jadi tolak ukur yakni indeks keterbukaan informasi publik (IKIP).
Untuk 2023 ini, survei terkait IKIP akan kembali dilakukan.
Di 2022, hasil survei IKIP nasional adalah sebesar 74,43. Meningkat 3,06 poin dari tahun 2021 sebesar 71,37.
Sementara, di tingkat provinsi, tiga daerah tertinggi dalam survey IKIP diraih oleh Jawa Barat (Jabar) dengan nilai 81,93. Disusul Bali dengan nilai 80,99 dan Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan nilai IKIP 80,49.
Adapun untuk Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) meraih nilai IKIP dengan nilai 77,61 pada 2022. Meningkat tipis 0,65 poin dari tahun 2021 sebesar 76,96.
Demikian terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) Keterbukaan Informasi Publik Daerah di 34 Provinsi yang kali ini berlangsung di Kaltim tepatnya di Hotel Haris Samarinda, Kamis (13/4/2023).
Komisi Informasi (KI) Pusat mengharapkan, ada peningkatan IKIP tahun ini bagi seluruh provinsi. Dengan peningkatan itu, artinya ada perbaikan implementasi keterbukaan informasi di daerah.
Komisioner KI Pusat, Rospita Vici Paulyn mengatakan, Indeks Keterbukaan Informasi Publik ini menjadi program prioritas dan tanggung jawab Komisi Informasi di tiap provinsi. Kelompok Kerja Daerah (Pokjada) IKIP yang sudah dibentuk, bertanggung jawab mengumpulkan data dan fakta guna memotret keterbukaan informasi di Indonesia.
Indeks Keterbukaan Informasi Publik, kata Vici menganalisa tiga aspek penting.
Pertama, kepatuhan badan publik terhadap Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Kedua, persepsi masyarakat pada UU KIP dan hak informasi (right to know). Serta ketiga, kepatuhan badan publik dalam putusan sengketa informasi publik untuk menjamin hak masyarakat atas informasi.
“FGD ini penting sebagai catatan kami, untuk mendengar rekomendasi yang disampaikan dari informan ahli,” ujar Vici saat membuka FGD.
Vici juga mengapresiasi terhadap daerah yang tidak melakukan rekayasa pemberian nilai yang tinggi, termasuk Kaltim yang dilihatnya terjadi peningkatan indeks yang sedikit atau tipis, dimana diindikasikan dilakukan pemberian nilai oleh informan ahli secara objektif.
Vici mengemukakan di beberapa provinsi diduga ada merekayasa karena adanya kenaikan yang tinggi karena pemberian setinggi-tingginya dari informan ahli. “Banyak sekalia Informan Ahli memberi nilai 100, tapi faktanya tidak ada badan publik yang sempurna,” bebernya.
Dalam FGD tersebut, para peserta membahas 85 pertanyaan yang tertuang dalam Survei IKIP 2023 yang dipimpin oleh Tim Ahli Keterbukaan Informasi Publik, Desiana Samosir.
Sementara Ketua KI Kaltim Ramaon Dearnov Saragih menyebutkan tujuan dari FGD ini untuk memotret sejauh mana kualitas keterbukaan informasi di Provinsi Kaltim.
“Harapannya semakin hari semakin bagus kualitas keterbukaan informasi di provinsi Kaltim. Oleh karena itu melalui FGD ini diharapkan ada rekomendasi bagaimana kita kedepan memperbaiki apa-apa yang masih kurang,” Ramaon.
(redaksi)