POJOKNEGERI.COM - Di akun Twitter resmi, Presiden Joko Widodo sampaikan pencapaian untuk pembangunan jalan tol sejak tahun pertama ia menjabat di 2014.
Capaian presiden ini sempat dapatkan respon menohak dari pakar kebijakan publik.
Di akun Twitter resminya. Akun Jokowi membandingkan pencapaian Indonesia selama 40 tahun, dengan pencapaian Jokowi dalam membangun jalan tol.
Disampaikan, Indonesia cuma mampu membangun jalan tol sepanjang 780 km selama 40 tahun. Berbeda dengan pemerintahan Jokowi, yang sudah membangun jalan tol sepanjang 1.900 km.
“Selama 40 tahun, Indonesia hanya mampu membangun 780 km jalan tol," cuit akun Jokowi, Kamis (14/4/2022).
"Maka, mulai tahun 2014 itu, pemerintah mendorong percepatan pembangunan jalan tol di Trans-Jawa, Trans-Sumatera, Kalimantan, Sulawesi. Berapa Panjang jalan tol yang kita bangun 7 tahun terakhir? 1.900 km,” lanjutnya.
Hal ini yang jadi sorotan.
Salah satunya dari Pakar Kebijakan Publik, Achmad Nur Hidayat MPP yang menguliti hasil pembangunan jalan tol dengan telak.
Menurutnya, pertanyaan dalam cuitan akun Jokowi tersebut missleading. Ia mempertanyakan buat apa jalan tol 1.900 kilometer, jika rakyat masih menderita dan tidak bisa memanfaatkannya.
"Pertanyaanya buat apa 1.900 km kalau kemudian masyarakat masih menderita, dalam arti nilai kemanfaatan tidak dirasakan masyarakat," kata Achmad, melansir dari Suara.com.
Achmad mengatakan, pembangunan jalan tol di era Jokowi berbanding terbalik dengan kesejahteraan rakyat. Ia menyinggung apakah jalan tol membuat rantai distribusi bahan sembako menjadi lebih mudah dan murah.
"Ternyata tidak. Artinya adanya jalan tol yang dibangun direzim ini tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat," kritiknya.
Achmad juga mengkritik dana jor-joran pembangunan jalan tol yang dianggap sebuah prestasi itu, di mana menggunakan dana utang. Ia turut menyinggung dana utang uang besarnya mencapai Rp 5.000 triliun.
Menurutnya, hal tersebut bukan prestasi, karena siapapun presidennya, pasti bisa membangun jalan tol dengan utang. Terlebih, utang itu akan menjadi beban yang harus ditanggung rakyat dalam jangka panjang.
"Tentunya ini sangat tidak layak karena siapapun presidennya untuk membangun apapun dengan hutang (utang,red) itu pasti bisa," jelas Ketua Pusat Studi Ekonomi Politik UPN Veteran Jakarta ini.
"Yang ujungnya menjadi beban yang harus ditanggung oleh rakyat untuk waktu yang sangat panjang," imbuhnya.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)