POJOKNEGERI.COM - Pemerintah Provinsi dan Pemerintah daerah di Kalimantan Timur (Kaltim) dinilai tenggelam dalam euforia dana iklim, uang karbon yang diperoleh dari lembaga pendanaan luar negeri.
Padahal, dampak perubahan iklim sudah sangat terasa dirasakan masyarakat Kota Samarinda dan sekitarnya.
Hingga menjelang pertengahan 2023, suhu di Kota Tepian makin panas secara konstan.
Namun, di tengah panas yang menyengat sering kali tiba-tiba turun hujan yang sangat deras.
Apa yang diprediksi oleh para saintis mulai terjadi.
Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2023, XR Bunga Terung Kaltim mengingatkan pemerintah untuk bertindak lebih tegas, jelas dan terukur dalam mengatasi serta menahan laju peningkatan suhu permukaan bumi.
Mengandalkan uang atau program bantuan luar negeri untuk memitigasi iklim tidak cukup lagi.
Gubernur Provinsi Kaltim rajin plesiran ke luar negeri untuk mendapat dana iklim lebih banyak.
"Namun masyarakat Kaltim mesti mengeluarkan uang ekstra untuk membeli AC atau Kipas Angin baru agar tidak kepanasan," ucap narahubung XR Bunga Terung Kaltim, Yopin Pratama, melalui siaran pers yang diterima awak media, Minggu (4/6/2023).
Dana iklim mungkin menyejukkan kantong pemerintah dan para pihak lainnya, namun tidak menyejukkan hati masyarakat luas yang kegerahan karena panas mentari yang makin hari makin menyengat.
Pemerintah yang rajin melabeli diri dengan sebutan green government, politik dan ekonomi hijau dan sebutan-sebutan lain ternyata tak cukup tegas dalam menghentikan konversi hutan dan lahan untuk industri ekstraksi.
"Ibarat kata, doyan dana karbon tapi tetap rakus hancurin hutan. Dalam pandangan kami, ketegasan pemerintah perlu diuji dengan keberanian menyatakan Darurat Iklim. Berani memberitahu kebenaran bahwa kita sudah mengalami krisis iklim sekarang ini. Krisis yang dampaknya bukan hanya ekologis melainkan juga ekonomi, sosial, kesehatan dan politik," tegasnya.
Jika tidak, maka euforia soal dana iklim dan klaim keberhasilan dalam memitigasi iklim tak lebih dari upaya green cleansing, upaya cuci dosa atas kesalahan kebijakan dalam tata kelola lahan, hutan dan konsumsi energi yang berbasis fosil.
"Pemerintah mesti berhenti menjadi buzzer bagi dirinya sendiri karena merasa telah melahirkan kebijakan dan program untuk mengantisipasi dan mengadaptasi perubahan iklim," ungkap dalam siaran pers tersebut.
Segenap dokumen dan prestasi yang dibangga-banggakan tak lebih hanya merupakan ‘aksi tipu-tipu’ untuk menutupi ketidaktegasan pemerintah dalam meng – Kipas berbagai macam perilaku yang menjadi biang Perubahan Iklim.
(redaksi)