POJOKNEGERI.COM - Komoditas Crude Palm Oil (CPO) asal Kaltim, disebut tidak laku di pasaran global.
Hal itu disampaikan Ujang Rachmad, Kepala Dinas Perkebunan Kaltim.
Menurut Ujang, informasi yang dihimpun dari perusahan sawit di Bumi Mulawarman, tangki-tangki penampungan CPO perusahaan sudah diambang penuh.
Jika kondisi ini terus berlanjut, ditakutkan berpotensi tidak melakukan pembelian TBS kepada para petani.
Ujang mengungkap CPO Kaltim yang tidak laku di pasaran diduga kuat sebagai buntut panjang dari larangan ekspor yang dilakukan Presiden Joko Widodo April 2022 lalu.
“Tapi kami sendiri tidak bisa berbuat banyak. Perlu kebijakan nasional untuk mengatasi hal tersebut,” kata Ujang, Selasa (12/7/2022).
Ujang menyebut, yang bisa dilakukan Disbun Kaltim, memperpanjang rotasi panen di kalangan petani.
Jika sebelumnya petani melakukan panen tiap 8 hari sekali, saat ini menjadi panen tiap 12 hari sekali.
Hal itu mensiasati agar CPO di tangki-tangki perusahaan bisa terjual terlebih dahulu.
Meski begitu, Ujang menegaskan kondisi tersebut tak bisa bertahan lama. Pasalnya petani-petani sawit tentunya bergantung pada penjualan TBS ke perusahaan.
Sedangkan, jika tangki perusahaan terus penuh, maka perusahaan tidak bisa melakukan pembelian ke petani sawit.
“Kondisi ini terjadi tidak hanya di Kaltim. Perlu banyak tangan untuk mengatasi ini. Karena berkaitan dengan jual beli CPO di level dunia yang memang melambat,” tegasnya.
Terlebih saat ini, harga CPO dunia tengah mengalami penurunan harga.
Di Kaltim, Disbun merinci harga TBS, per 30 Juni 2022, untuk panen usia tumbuh 3 tahun, dipatok dengan harga Rp2.070 per kilogram.
Untuk TBS yang dipanen dari pohon kelapa sawit umur 4 tahun seharga Rp2.209,97 per kilogram.
Sedangkan TBS yang berasal dari pohon kelapa sawit umur 10 tahun ke atas seharga Rp2.349 per kilogramnya.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)