POJOKNEGERI.COM - Saat banyak pengamat dan lembaga survei membuat setidaknya 3 sampai 4 peta koalisi, kemudian ditambah pemberitaan dimana Surya Paloh Ketua Umum Partai Nasdem menyodorkan pasangan capres dan cawapres yang katanya untuk menghentikan polarisasi cebong dan kampret, justru saya malah memprediksi pasangan capres dan cawapres yang berlaga justru hanya 2 kutub, yakni pasangan Ganjar-Puan melawan Prabowo-Gus Muhaimin.
Peta kandidat tersebut juga dianggap menghentikan polarisasi jelang Pilpres 2024 mendatang dengan mengusulkan pasangan Anies-Puan.
Apa yang disampaikan oleh Surya Paloh terkait polarisasi dan harus dihentikan sangatlah positif. Tapi bukan itu sebenar masalahnya.
Sebab ada kelompok-kelompok kepentingan yang selalu menggunakan agama untuk berpolitik merebut kekuasaan. Cebong dan kampret hanya sebuah istilah, justru substansinya adalah bagaimana seharusnya penggunaan isu agama harus dihentikan.
Dan dampak dari penggunaan isu agama yang terjadi pada Pilgub Jakarta 2017 dan Pilpres 2019 dampaknya masih terasa sampai sekarang. Wajar rasanya jika juga banyak penggiat toleransi juga menyuarakan agar Pilpres 2024 mendatang tidak lagi terjadi polarisasi mengatasnamakan agama.
Saat ini saja, masih ada pihak-pihak tertentu baik itu personal maupun kelompok yang masih menganggap remeh isu khilafah, misalnya. Justru ini akan menguatkan kembali embrio-embrio penggunaan agama dalam isu berpolitik. Makanya, kemungkinan terjadinya polarisasi menggunakan isu agama ini masih bisa terjadi.
Pasca-Rakernas II PDI Perjuangan di Lenteng Agung belum lama ini, membuktikan bahwa Ganjar Pranowo menjadi sasak dalam permainan isu oleh para pihak untuk membelah kekuatan PDI Perjuangan sendiri.
Meski sebenarnya, sudah tegas Sekjen PDI Perjuangan Hasto menyebutkan beberapa kali dalam kesempatan bahwa sedang ada isu yang tengah dibangun untuk membelah kekuatan PDI Perjuangan dengan memanfaatkan figur Ganjar dan Puan.
Bahkan Ganjar sendiri membacakan rekomendasi Rakernas II yang salah satu poinnya menyebutkan bahwa penetapan capres maupun cawapres dari PDI Perjuangan adalah hak prerogatif Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum. Langsung isu yang tengah lama dibangun tentang Ganjar dan Puan runtuh seketika. Dalam Pilpres mendatang PDI Perjuangan tetap menjadi kunci. Kenapa demikian? Sebab banyak partai yang menunggu capres dari partai Banteng moncong putih tersebut.
Demikian halnya yang dialami Gus Muhaimin Ketua Umum PKB. Dalam beberapa bulan dia dibombardir, mulai dari pernyataan Ketua Umum PBNU Gus Yahya, bahkan sekarang Yenny Wahid. Secara mata telanjang, banyak pihak yang beranggapan bahwa ini soal lama pasca-kejadian almarhum Gus Dur dan Gus Muhaimin.
Tetapi disisi yang lain ada juga kalangan yang menilai bahwa serangan bertubi-tubi tersebut adalah sebuah operasi, dimana kita tahu, sepertinya ada figur yang nantinya akan disiapkan menjadi capres.
Salah satu yang telah disebut oleh jejaring NU adalah Erick Tohir, yang pertama kali dilontarkan oleh Ketua Umum PP GP Ansor Gus Yaqut.
Bahkah Erick yang Menteri BUMN ini didapuk menjadi Ketua Pelaksana Satu Abad NU. Dalam pandangan awam saya, jelas ini diduga operasi yang mungkin saja lagi-lagi ingin membelah kekuatan NU di akar rumput.
Meski saya pribadi yakin, ujungnya nanti siapapun yang didaulat jadi capres atau cawapres yang mewakili kekuatan NU, maka akan secara bersama-sama akan didukung. Dalam hal ini, NU sudah teruji memainkan drama dalam setiap momentum politik.
Dengan demikian sebenarnya, pasangan capres – cawapres saat ini masih sebatas politik bunyi-bunyian.
Jadi masih mentah ya. Kendati begitu saya coba belajar seperti pengamat, bahkan ikut-ikutan seolah-olah jadi pengamat memprediksi pasangan capres yang akan bertarung nantinya adalah Ganjar-Puan Vs Prabowo-Gus Muhaimin.
Ditulis oleh Sonny Majid, Pembelajar dari Lingkar Kaji Isu-Isu Strategis
(redaksi)