POJOKNEGERI.COM - Wali Kota Samarinda, Andi Harun tanggapi aksi demo orang tua murid yang mengkritik terkait mahalnya pembelian buku yang berlangsung pada Kamis (1/8/2024).
Andi Harun mengungkapkan bahwa pihaknya telah menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah pihak terkait untuk menindaklanjuti aksi demo orang tua murid tersebut.
Dalam rapat tersebut, berbagai isu terkait biaya pendidikan yang dianggap memberatkan, termasuk harga buku dan ketidakmampuan orang tua, menjadi topik utama pembahasan.
"Memang benar ada keluhan mengenai pungutan biaya di sekolah, khususnya terkait dengan buku-buku penunjang yang dinilai mahal," ujar Andi Harun.
Ia menjelaskan bahwa pihaknya kini tengah menunggu bukti konkret dari orang tua murid mengenai tuduhan tersebut.
"Kita memerlukan bukti-bukti jelas tentang sekolah mana yang menerapkan biaya tambahan, kepala sekolah siapa, serta guru-guru yang terlibat, agar tidak terjadi fitnah," tuturnya.
Hasil penelitian awal menunjukkan bahwa terdapat permasalahan mengenai buku penunjang yang membebani siswa, terutama yang berasal dari keluarga kurang mampu.
Andi Harun menjelaskan bahwa sekolah-sekolah di bawah naungan Pemkot Samarinda tidak memiliki dana yang cukup untuk menyediakan buku penunjang.
"Di sekolah dasar kita terdapat 163 sekolah, dan di tingkat SMP ada 49 sekolah. Total jumlah siswa di SD dan SMP mencapai hampir 90 ribu," ucapnya.
Menurut data yang diungkapkan, terdapat 19 jenis buku penunjang yang diperlukan untuk mendukung proses belajar mengajar. Di tingkat SD, jumlah buku penunjang yang dibutuhkan adalah 9 jenis, sedangkan di tingkat SMP ada 10 jenis buku penunjang. Dengan rata-rata harga buku penunjang yang bervariasi antara Rp 500.000 hingga Rp 700.000, total anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 62.976.200.000 jika dihitung untuk seluruh siswa.
Ia menjelaskan bahwa dana Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) hanya bisa digunakan untuk membeli 20% dari total kebutuhan buku.
"Sampai saat ini, dana BOSDA hanya cukup untuk membeli buku wajib, sehingga siswa tidak lagi dibebani biaya untuk buku wajib. Namun, buku penunjang belum bisa diakomodasi dengan dana yang ada," ungkapnya.
Pemerintah Kota Samarinda menghadapi dua opsi untuk menyelesaikan masalah ini. Opsi pertama adalah dengan membeli buku penunjang, yang memerlukan anggaran sebesar Rp 62 miliar per tahun.
"Angka ini cukup besar, dan kami perlu mengkaji kemampuan keuangan kota untuk menanggung biaya tersebut setiap tahun," katanya.
Ia menjelaskan opsi kedua adalah mengevaluasi kembali kebutuhan akan buku penunjang.
"Kita bisa memutuskan untuk tidak menyediakan buku penunjang, namun risiko yang dihadapi adalah siswa akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan tambahan yang penting bagi literasi mereka," jelasnya.
Ia mengungkapkan pentingnya buku penunjang dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan daya saing siswa di masa depan.
Pemerintah Kota Samarinda, melalui Dinas Pendidikan, sedang mempertimbangkan opsi mana yang terbaik dan akan melanjutkan pertemuan untuk mencari solusi yang paling efektif.
"Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan akses yang adil terhadap pendidikan berkualitas, dan kami akan terus berupaya mencari solusi yang seimbang antara anggaran dan kebutuhan siswa," pungkasnya.
(*)