POJOKNEGERI.COM - Masalah mulai muncul pada proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Dilaporkan bahwa biaya proyek membengkak dan pihak China dikabarkan meminta Indonesia untuk menutup pembengkakan biaya atau cost over run yang terjadi.
Hal ini diungkapkan Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo, dalam konferensi pers, Selasa (26/7/2022) lalu.
"Beberapa waktu lalu disampaikan adanya cost over run. ini setahu saya masih dibahas karena ada permintaan cost overrun ini dicover oleh pemerintah Indonesia," kata Wahyu.
Hanya saja hal ini masih dalam pembahasan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Terkait hal ini, teman-teman dari Kemenkeu baru membahas yang merupakan bagian kewajiban kita untuk kontribusi dalam pembangunan, bukan cost of run," jelas Wahyu.
Pihak PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) juga masih belum mau bicara banyak mengenai hal ini karena masih dalam proses negosiasi.
Dimana sesuai dengan Perpres Nomor 93/2021, besaran cost overrun merupakan keputusan komite kereta cepat yang diketuai oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, hingga Kementerian Perhubungan. Setelah mendapat review dari BPKP.
"Hingga saat ini kami dari PT KCIC masih menunggu keputusan tersebut mengenai sumber pembiayaan. hal tersebut masih dalam tahap negosiasi antara pemegang saham BUMN Indonesia dan Tiongkok. sehingga kami belum bisa berkomentar lebih jauh," kata Sekretaris Perusahaan PT KCIC, Rahadian Ratry, kepada CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.
Lantas seberapa besar cost over run ini?
Sebelumnya estimasi biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan sepur cepat ini US$ 5,5 miliar, yang kemudian menjadi pembengkakan menjadi US$ 6,07 miliar.
Namun dari kajian 2021 lalu proyek itu berpotensi naik lagi sekitar US$ 1,17-1,9 miliar.
Jumlah pasti pembengkakan akan diumumkan oleh Komite Kereta Cepat yang dipimpin Kemenko Marves.
Pihak Indonesia dan China masih berkomunikasi untuk saling menalangi pembengkakan biaya, meski sudah ada indikasi penolakan dari China.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
(redaksi)