POJOKNEGERI.COM -Setelah pelaksanaan pemungutan suara dan perhitungan suara pada 27 November 2024, Bawaslu Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mengidentifikasi sejumlah masalah yang terjadi dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024. Berdasarkan laporan dari Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS), sejumlah persoalan telah ditemukan dan beberapa di antaranya memerlukan tindakan lebih lanjut, termasuk rekomendasi pemungutan suara ulang (PSU).
Komisioner Bawaslu Kaltim Divisi Hukum dan Sengketa, Danny Bunga, menjelaskan bahwa pihaknya sudah menerima laporan tentang berbagai temuan yang mencakup ketidaksesuaian dalam pelaksanaan pemungutan suara. Menurutnya, Bawaslu merekomendasikan PSU di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) di beberapa daerah, yaitu di Samarinda (2 TPS), Balikpapan (2 TPS), Penajam Paser Utara (PPU) (2 TPS), Kutai Timur (Kutim) (2 TPS), Bontang (1 TPS), dan Kutai Kartanegara (Kukar) (1 TPS).
“Rekomendasi ini kami ajukan kepada KPU, yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan PSU di TPS yang ditemukan masalah,” ujar Danny Bunga pada Minggu (1/12/2024). Rekomendasi PSU ini didasarkan pada berbagai pelanggaran yang mengganggu integritas proses pemungutan suara dan penghitungan suara yang telah dilakukan.
Temuan-Terbaru Bawaslu: Masalah Sejumlah Aspek Proses Pemilu
Bawaslu Kaltim juga mencatat beberapa masalah yang terjadi di lebih dari 350 TPS yang diawasi. Berdasarkan data yang diperoleh hingga 29 November 2024 pukul 09.00 WITA, Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Kaltim, Galeh Akbar Tanjung, merinci ada 8 masalah yang ditemukan, antara lain:
354 TPS mengalami ketidaksesuaian jumlah logistik pemungutan suara.
137 TPS yang terlambat membuka pemungutan suara.
42 TPS di mana saksi memakai atribut yang melanggar ketentuan.
40 TPS tidak menyediakan alat bantu disabilitas netra (braille template).
31 TPS dengan masalah surat suara yang tertukar.
15 TPS dengan ketidakjelasan tata cara pemungutan dan penghitungan suara.
9 TPS di mana papan pengumuman DPT tidak dipasang dengan benar.
7 TPS yang tidak memastikan pendamping pemilih disabilitas menandatangani surat pernyataan pendamping.
Galeh menegaskan bahwa meski banyak masalah yang ditemukan, sebagian besar masalah tersebut bisa diselesaikan melalui perbaikan dalam pelaksanaan pemilu. "Kami memberikan saran agar KPPS memastikan pemungutan suara dimulai tepat waktu, serta menyiapkan logistik dengan lengkap sebelum pemungutan suara dimulai," jelas Galeh.
PSU: Langkah Memurnikan Suara dan Menjaga Integritas Pemilu
Salah satu rekomendasi paling signifikan dari Bawaslu adalah pemungutan suara ulang, yang ditekankan Galeh sebagai langkah untuk memurnikan hasil pemilu. "PSU diperlukan ketika ada pemilih yang tidak seharusnya menggunakan hak pilih tetapi tetap melakukannya, seperti menggunakan Kartu Keluarga (KK) alih-alih KTP-el. Ini adalah upaya untuk memastikan suara yang sah dan menjaga integritas hasil pemilu," tambah Galeh.
Masalah terkait Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) menjadi salah satu penyebab utama dari pelaksanaan PSU. Beberapa pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT, namun tetap memberikan suara di TPS yang tidak sesuai dengan domisili mereka, ditemukan dalam beberapa wilayah. Hal ini sering kali disebabkan oleh ketidaktahuan pemilih dan kurangnya pemahaman petugas TPS mengenai aturan yang berlaku.
“Sering kali, masyarakat yang belum memiliki KTP malah menggunakan KK untuk memilih, meskipun hal ini jelas melanggar ketentuan yang berlaku,” ujar Galeh, yang berharap agar masyarakat lebih memahami pentingnya mengikuti aturan DPTb yang berlaku.
Kesimpulan: Menjaga Pemilu yang Adil dan Transparan
Dengan adanya rekomendasi PSU di beberapa daerah, Bawaslu Kaltim menekankan pentingnya menjaga kualitas dan transparansi pemilu. Pelanggaran yang ditemukan meskipun dapat diselesaikan, namun proses pemungutan suara ulang menjadi langkah penting untuk memurnikan suara yang sah dan memastikan bahwa setiap pemilih yang berhak mendapatkan kesempatan untuk memilih dengan adil.
Bawaslu Provinsi Kaltim terus memantau pelaksanaan pemilu di tingkat kecamatan dan kabupaten/kota untuk memastikan setiap masalah dapat ditangani sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Ke depan, pengawasan yang lebih ketat dan edukasi kepada masyarakat akan menjadi kunci untuk mengurangi potensi pelanggaran dalam pemilu mendatang.
(Redaksi)