POJOKNEGERI.COM - Anda pernah mengunjungi makam warga Tionghoa?
Jika diperhatikan seksama, ada yang berbeda antara makam warga Tionghoa dengan makam lokal warga Indonesia.
Makam warga Tionghoa lebih besar dibandingkan makan warga lokal.
Selain itu, perbedaan juga ada pada arsitektur yang unik dan bentuknya yang beragam.
Mengapa demikian?
Lantas, mengapa makan warga Tionghoa demikian?
Ada sejumlah hal menarik yang membuat makam warga Tionghoa berbeda.
Ada sebuah tradisi dan kepercayaan di kalangan warga Tionghoa terkait konsep pemakaman.
Warga Tionghoa percaya bahwa orang yang meninggal dunia akan berpindah tempat ke dunia lain, yakni dunia bawah, yang diyakini mirip dengan dunia manusia saat masih hidup.
Sehingga ada kepercayaan bahwa orang yang sudah meninggal dunia masih membutuhkan uang dan barang-barang lainnya. Jadi, altar atau makam yang besar dan luas berfungsi sebagai tempat untuk menaruh sajian berupa benda-benda yang sudah dibakar dan makanan yang disukai mendiang.
Selain itu, makam Tionghoa juga kebanyakan berada di dataran tinggi atau perbukitan. Hal ini ternyata ada kaitannya dengan feng shui. Tujuannya biar keluarga yang ditinggalkan enggak merasa khawatir dan sedih berkepanjangan.
Dalam logika warga Tionghoa, makam yang berada di dataran tinggi dan dibangun dengan sangat kokoh juga bisa terhindar dari banjir dan bencana lainnya. Jadi, jenazah bisa beristirahat dengan tenang dan keluarga yang ditinggalkan pun enggak merasa khawatir.
Fakta lainnya, arsitektur bongpai (batu nisan) pada makam Tionghoa juga unik dan berukuran besar. Ternyata, nama-nama yang dituliskan pada batu nisan tersebut bukan hanya nama mendiang saja, tapi terkadang juga nama orang tua dan juga pasangannya.
Konon, makam dan batu nisan yang serba besar itu juga menandakan status sosial orang yang dimakamkan. Semakin megah dan besar ukurannya, maka semakin besar pula derajat dan status sosialnya.
(redaksi)